Jajaran Komisi IV DPRD Kabupaten Boyolali
melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke SMK Kesehatan yang berlokasi di
wilayah Donohudan, Ngemplak, Rabu (19/9/2012).
Sidak itu menindaklanjuti laporan sejumlah orangtua siswa SMK itu,
yang menilai ada pembohongan publik terkait promosi tentang sekolah
tersebut. Sebab dari brosur SMK Kesehatan dicantumkan lulusan sekolah
itu dijanjikan akan disalurkan bekerja di Jepang. Namun setelah siswa
mendaftar dan mengikuti tes wawancara, belakangan ternyata orangtua
mendapatkan informasi anak-anak mereka tidak langsung bisa disalurkan
bekerja di Negeri Sakura itu. Melainkan hanya disalurkan bekerja di
dalam negeri.
Kedatangan rombongan Komisi IV diterima Kepala Tata Usaha (TU),
Istanto, wakil kepala sekolah, serta beberapa staf sekolah setempat.
Mereka meminta klarifikasi dari pihak sekolah terkait janji yang
dicantumkan dalam brosur bahwa sekolah akan menyalurkan lulusannya ke
Jepang. Istanto pun menjelaskan, terkait pendirian dan operasional SMK
Kesehatan, tak lepas dari visi dan misi sekolah itu dalam menyiapkan
lulusan yang siap kerja.
Diterangkan dia, Yayasan Sulaiman Solo yang diketuai Sunarto, selaku
pendiri SMK Kesehatan, sejak awal telah menyiapkan kerja sama dengan
sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja ke Jepang, yaitu Indonesia Japan
Relationship Forum (IJRF). Kerja sama itu pun telah dituangkan dalam
nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU).
Lulusan SMK tersebut, khususnya bidang perawatan manusia usia lanjut
(manula), akan disalurkan ke Jepang. Tentunya proses penyaluran tenaga
kerja itu sesuai peraturan pemerintah kedua negara, yaitu Jepang dan
Indonesia. “Salah satu persyaratan adalah usia minimal tenaga kerja 18
tahun,” terangnya.
Peraturan Baru
Namun belakangan, Istanto menjelaskan ada peraturan baru yang
dikeluarkan pemerintah Indonesia terkait usia minimal yang disyaratkan
yaitu, 20 tahun. Sehingga proses penyaluran pun disesuaikan. Lulusan SMK
Kesehatan tetap akan disalurkan namun prosedurnya menyesuaikan aturan
pemerintah.
“Jadi karena lulusan SMK ini rata-rata baru berusia 18 tahun, memang
ada jeda dua tahun sampai usianya memenuhi persyaratan untuk dikirim ke
Jepang. Tapi dari yayasan tetap bisa menyalurkan lulusan itu bekerja
karena selain IJRF, yayasan juga melakukan MoU dengan Yayasan Kanopi
yang menyalurkan tenaga kerja bidang perawatan manula ke beberapa kota,
seperti Jakarta,” paparnya.
Diakui Istanto, perubahan tersebut sudah disampaikan kepada para
orangtua siswa dalam sebuah pertemuan sebelumnya.“Saat itu kami juga
menyampaikan bahwa penyaluran ke Jepang itu merupakan opsi atau pilihan.
Jika memang orangtua siswa berkeinginan anaknya bekerja ke Jepang, ya
memang harus menunggu sampai usianya mencukupi 20 tahun,” terangnya.
Meskipun demikian, dalam hal penyaluran kerja bagi lulusan sekolah
tersebut, Istanto menyatakan pihak SMK Kesehatan tidak berkompeten.
“Penyaluran kerja bagi lulusan sekolah memang ditangani oleh yayasan dan
perusahaan penyalur yang sudah digandeng, yaitu Yayasan Kanopi,” imbuh
dia.
Mendapatkan jawaban tersebut, jajaran Komisi IV mengaku tidak puas.
Mereka berharap akan diadakan pertemuan selanjutnya dengan melibatkan
pihak Yayasan Sulaeman untuk memastikan adanya jaminan penyaluran kerja
bagi lulusan SMK tersebut. “Kami harap dalam pertemuan selanjutnya, ada
jawaban yang pasti dan jelas dari sekolah maupun pihak yayasan, termasuk
kelengkapan dokumen pendirian sekolah,” tegas Mulyanto, Ketua Komisi
IV, ketika ditemui wartawan seusai pertemuan.
Sumber : http://www.solopos.com/2012/09/19/disambati-ortu-siswa-komisi-iv-sidak-smk-kesehatan-330504